Percikan Air di Musim Kemarau

Menilai kejadian dari semua sudut pandang dan kejernihan pikiran. Mendengar pendapat orang tanpa menyalahkan. Mengambil kesimpulan dengan ketulusan hati tanpa tendensi. Mengukuhkan pendirian. Melangkah tenang tanpa keraguan.

Monday, March 23, 2009

BELAJAR DARI KOTA SURAKARTA


Hari Kamis, 19 Maret 2009, Aku bersama dalam tim dari Bappeda Kabupaten Tegal pergi ke Jogja dan Surakarta. Misi perjalanan pada kedua Kota tersebut yang pertama, untuk menjalin kerjasama dengan Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Sedangkan yang misi kedua adalah “ngangsu kawruh” penciptaan ruang yang mendorong kegiatan perekonomian kota.

Gambar 1. Study-case small team

Yang lebih focus kupelajari adalah misi kedua. Hal ini karena Kabupaten Tegal, atau mungkin Tim kami, “para birokrat muda”, yang ingin menggugah Kota Slawi agar lebih berkembang dengan mempertimbangkan kemampuan potensi masyarakat dan keuangan yang ada.

Untuk mencari informasi, aku dibantu kolegaku, seorang Lulusan IHS-Rotterdam, yang sekaligus juga seorang birokrat Bappeda Surakarta, Pak Nunung alias Sinuhun alias Nugie. Kedekatan semasa pendidikan, aku juga lulusan dari sana, membuat proses permintaan sebagai narasumber tidak menjadi susah (Tidak pakai surat resmi, kalau resmi bisa mbayar biaya presentasi...hehehe)

1. City-walk Slamet Riyadi Surakarta

Gambar 2. People on City-walk

Kunjungan langsung diterima di lokasi City-walk Slamet Riyadi Surakarta. Di sana kami tidak menunggu lebih dari 5 menit, Sang Narasumber hadir dengan pakaian kerja batik. Pada waktu itu waktu sudah menunjukkan jam 17.45 WIB. Berarti dia kerja lembur…hehehe.

Secara konsep Citi-walk Slamet Riyadi merupakan penyediaan lokasi bagi pejalan kaki atau bahasa kerennya “pedestrian” untuk lebih berinteraksi dalam lingkungan perkotaan (antar pejalankali, kaki lima, ruang terbuka hijau, pusat perdagangan dan bisnis) dengan adanya fasilitas-fasilitas perdagangan dan kemudahan lainnya yang dapat pula untuk meningkatkan interaksi antarpejalan-kaki atau masyarakat urban/perkotaan.

Secara fisik penampang jalan, Citi-walk Jalan Slamet Riyadi terbagi dalam 4 zone :

  1. Zone I, Bagian tepi-tepi terluar (bagian utara dan selatan) merupakan daerah perkantoran dan permukiman serta perdagangan.
  2. Zone II, Bagian kedua sebelah utara merupakan Jalan arteri Slamet Riyadi yang secara fungsi merupakan jalan yang terbuka siang dan malam
  3. Zone III, bagian tengah, merupakan median jalan yang secara fisik berupa taman pembatas dengan lebar 2,5 m yang sekaligus sebagai pembatas dengan Zone IV
  4. Zone IV, City walk berada antara median dan Zone I bagian selatan.

Gambar 3. Gazebo with Hotspot area

City walk dibuat dengan konstruksi ramah lingkungan dengan menggunakan jalan paving. Seperti kita ketahui jalan paving memungkinkan air atau air hujan dapat meresap ke lapis di tanah di bawahnya.

Pada setiap penggalan jalan di city-walk, pada bagian tengahnya, di buat gazebo dari konstruksi baja dengan penghijauan dengan pohon rambatan. Pada sekitar gazebo itujuga dilengkapi dengan beberapa kursi taman. Kemudahan yang diberikan oleh Pemkot Surakarta adalah adanya area hotspot pada setiap gazebo.

Gambar 1. People's activities on City-walk

Beberapa hal yang sedang dirintis dan dilaksanakan dalam proses pembentukan city-walk adalah:

  1. Pengaktifan kereta kota sebagai wahana wisata (Masih dalam proses pembicaraan dengan PT. KAI)

Rel yang ada merupakan rel yang bias diaktifkan membujur timur-barat, termasuk sampai ke tempat GALABO (dibahas kemudian)

  1. Usaha penataan manajemen transportasi.

Pembentukan Citi-walk akan menjadi sangat penting, karena tanpa campur tangan dalam menata jalur-jalur moda transportasi, maka prosesnya akan sangat lambat.

(bersambung- selanjutnya Tinjauan studi City-walk
dan GALABO-Gladag Langen Bogan)

Monday, February 02, 2009

Ibadah saja tidak cukup...?

Karya AA. Navis
ROBOHNYA SURAU KAMI

Sebagai bahan permenungan, bahwa manusia itu tidak hanya semena-mena beribadah dalam arti yag sempit, tetapi harus juga "mensejahterakan" makhluk yang lain.

Aku sudah belum ya?
Selanjutnya silakan baca karya yang inspiratif ini


Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu.
Dan di ujung jalan nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi.
Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di sana dengansegala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek.
Sebagai penajag surau, Kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali se-Jumat. Sekali enam bulan ia mendapat seperempat dari hasil pemungutan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id kepadanya. Tapi sebagai garin ia tak begitu dikenal. Ia lebih di kenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah minta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong mengasahkan pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai imbalan. Orang laki-laki yang minta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang. Tapi yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasihdan sedikit senyum.
Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantai di malam hari.
Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak di jaga lagi.
Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal

kebenarannya. Beginilah kisahnya.


Sekali hari aku datang pula mengupah Kakek. Biasanya Kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang. Tapi sekali ini Kakek begitu muram. Di sudut benar ia duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya. Pandangannya sayu ke depan, seolah-olah ada sesuatu yang yang mengamuk pikirannya. Sebuah belek susu yang berisi minyak kelapa,sebuah asahan halus, kulit sol panjang, dan pisau cukur tua berserakan di sekitar kaki Kakek.
Tidak pernah aku melihat Kakek begitu durja dan belum pernah salamku tak disahutinya seperti saat itu. Kemudian aku duduk disampingnya dan aku jamah pisau itu. Dan aku tanya Kakek,
"Pisau siapa, Kek?"
"Ajo Sidi."
"Ajo Sidi?"
Kakek tak menyahut. Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua pelakupelaku yang diceritakannya menjadi model orang untuk diejek dan ceritanya menjadi pameo akhirnya. Ada-ada saja orang-orang di sekitar kampungku yang cocok dengan watak pelakupelaku ceritanya. Ketika sekali ia menceritakan bagaimana sifat seekor katak, dan kebetulan ada pula seorang yang ketagihan menjadi pemimpin berkelakuan seperti katak itu, maka untuk selanjutnya pimpinan tersebut kami sebut pimpinan katak.
Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatang Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi telah membuat bualan tentang Kakek? Dan bualan itukah yang mendurjakan Kakek? Aku ingin tahu.
Lalu aku tanya Kakek lagi. "Apa ceritanya, Kek?"
"Siapa?"
"Ajo Sidi."
"Kurang ajar dia," Kakek menjawab.
"Kenapa?"
"Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggoroh tenggorokannya."

"Kakek marah?"


"Marah? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadatku rusak karenanya.
Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan. Sudah begitu lama aku menyerahkan diri kepada-Nya. Dan Tuhan akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal."
Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya lagi Kakek, "Bagaimana katanya, Kek?"
Tapi Kakek diam saja. Berat hatinya bercerita barangkali. Karena aku telah berulang-ulang bertanya, lalu ia yang bertanya padaku, "Kau kenal padaku, bukan? Sedari kau kecil aku sudah disini. Sedari mudaku, bukan? Kau tahu apa yang kulakukan semua, bukan? Terkutukkah perbuatanku? Dikutuki Tuhankah semua pekerjaanku?"
Tapi aku tak perlu menjawabnya lagi. Sebab aku tahu, kalau Kakek sudah membuka mulutnya, dia takkan diam lagi. Aku biarkan Kakek dengan pertanyaannya sendiri.
"Sedari muda aku di sini, bukan? Tak kuingat punya isteri, punya anak, punya keluarga seperti orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah Subhanahu wataala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka. Marahkah Tuhan kalau itu yang kulakukan, sangkamu? Akan dikutukinya aku kalau selama hidupku aku mengabdi kepada-Nya? Tak kupikirkan hari esokku,karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih dan penyayang kepada umatnya yang tawakal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul beduk membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang setiap waktu. Aku puji-puji Dia. Aku baca Kitab-Nya.
Alhamdulillah kataku bila aku menerima karunia-Nya. Astagfirullah kataku bila aku terkejut.
Masya Allah kataku bila aku kagum. Apa salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk."
Ketika Kakek terdiam agak lama, aku menyelakan tanyaku, "Ia katakan Kakek begitu, Kek?"
"Ia tak mengatakan aku terkutuk. Tapi begitulah kira-kiranya."
Dan aku melihat mata Kakek berlinang. Aku jadi belas kepadanya. Dalam hatiku aku mengumpati Ajo Sidi yang begitu memukuli hati Kakek. Dan ingin tahuku menjadikan aku nyinyir bertanya. Dan akhirnya Kakek bercerita lagi.

"Pada suatu waktu, ‘kata Ajo Sidi memulai, ‘di akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas di samping-Nya. Di tangan mereka tergenggam daftar dosa dan pahala manusia. Begitu banyak orang yang diperiksa. Maklumlah dimana-mana ada perang. Dan di antara orang-orang yang diperiksa itu ada seirang yang di dunia di namai Haji Saleh. Haji Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begitu yakin akan di masukkan ke dalam surga. Kedua tangannya ditopangkan di pinggang sambil membusungkan dada dan menekurkan kepala ke kuduk. Ketika dilihatnya orang-orang yang masuk neraka, bibirnya menyunggingkan senyum ejekan. Dan ketika ia melihat orang yang masuk ke surga, ia melambaikan tangannya, seolah hendak mengatakan ‘selamat ketemu nanti’. Bagai tak habishabisnya orang yang berantri begitu panjangnya. Susut di muka, bertambah yang di belakang. Dan Tuhan memeriksa dengan segala sifat-Nya.

Akhirnya sampailah giliran Haji Saleh. Sambil tersenyum bangga ia menyembah Tuhan. Lalu Tuhan mengajukan pertanyaan pertama.


‘Engkau?’
‘Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.’
‘Aku tidak tanya nama. Nama bagiku, tak perlu. Nama hanya buat engkau di dunia.’
‘Ya, Tuhanku.’
‘apa kerjamu di dunia?’
‘Aku menyembah Engkau selalu, Tuhanku.’
‘Lain?’
‘Setiap hari, setiap malam. Bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut nama-Mu.’
‘Lain.’
‘Ya, Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain daripada beribadat menyembah-Mu, menyebut-nyebut nama-Mu. Bahkan dalam kasih-Mu, ketika aku sakit, nama-Mu menjadi buah bibirku juga. Dan aku selalu berdoa, mendoakan kemurahan hati-Mu untuk menginsafkan umat-Mu.’
‘Lain?’

Haji Saleh tak dapat menjawab lagi. Ia telah menceritakan segala yang ia kerjakan. Tapi ia insaf, pertanyaan Tuhan bukan asal bertanya saja, tentu ada lagi yang belum di katakannya. Tapi menurut pendapatnya, ia telah menceritakan segalanya. Ia tak tahu lagi apa yang harus dikatakannya. Ia termenung dan menekurkan kepalanya. Api neraka tiba-tiba menghawakan kehangatannya ke tubuh Haji Saleh. Dan ia menangis. Tapi setiap air matanya mengalir, diisap kering oleh hawa panas neraka itu.
‘Lain lagi?’ tanya Tuhan.

‘Sudah hamba-Mu ceritakan semuanya, o, Tuhan yang Mahabesar, lagi Pengasih dan Penyayang,Adil dan Mahatahu.’ Haji Saleh yang sudah kuyu mencobakan siasat merendahkan diri dan memujiTuhan dengan pengharapan semoga Tuhan bisa berbuat lembut terhadapnya dan tidak salah tanya kepadanya.


Tapi Tuhan bertanya lagi: ‘Tak ada lagi?’
‘O, o, ooo, anu Tuhanku. Aku selalu membaca Kitab-Mu.’
‘Lain?’
‘Sudah kuceritakan semuanya, o, Tuhanku. Tapi kalau ada yang lupa aku katakan, aku pun bersyukur karena Engkaulah Mahatahu.’
‘Sungguh tidak ada lagi yang kaukerjakan di dunia selain yang kauceritakan tadi?’
‘Ya, itulah semuanya, Tuhanku.’

‘Masuk kamu.’


Dan malaikat dengan sigapnya menjewer Haji Saleh ke neraka. Haji Saleh tidak mengerti kenapa ia di bawa ke neraka. Ia tak mengerti apa yang di kehendaki Tuhan daripadanya dan ia percaya Tuhan tidak silap.
Alangkah tercengang Haji Saleh, karena di neraka itu banyak teman-temannya di dunia
terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan ia tambah tak mengerti dengan keadaan dirinya, karena semua orang yang dilihatnya di neraka itu tak kurang ibadatnya dari dia sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai empat belas kali ke Mekah dan bergelar syekh pula. Lalu Haji Saleh mendekati mereka, dan bertanya kenapa mereka dinerakakan semuanya. Tapi sebagaimana Haji Saleh, orang-orang itu pun, tak mengerti juga.
‘Bagaimana Tuhan kita ini?’ kata Haji Saleh kemudian, ‘Bukankah kita di suruh-Nya taat beribadat, teguh beriman? Dan itu semua sudah kita kerjakan selama hidup kita. Tapi kini kita dimasukkan-Nya ke neraka.’
‘Ya, kami juga heran. Tengoklah itu orang-orang senegeri dengan kita semua, dan tak kurang ketaatannya beribadat,’ kata salah seorang diantaranya.
‘Ini sungguh tidak adil.’
‘Memang tidak adil,’ kata orang-orang itu mengulangi ucapan Haji Saleh.
‘Kalau begitu, kita harus minta kesaksian atas kesalahan kita.’
‘Kita harus mengingatkan Tuhan, kalau-kalau Ia silap memasukkan kita ke neraka ini.’
‘Benar. Benar. Benar.’ Sorakan yang lain membenarkan Haji Saleh.

‘Kalau Tuhan tak mau mengakui kesilapan-Nya, bagaimana?’ suatu suara melengking di dalam kelompok orang banyak itu.
‘Kita protes. Kita resolusikan,’ kata Haji Saleh.
‘Apa kita revolusikan juga?’ tanya suara yang lain, yang rupanya di dunia menjadi pemimpin gerakan revolusioner.
‘Itu tergantung kepada keadaan,’ kata Haji Saleh. ‘Yang penting sekarang, mari kita
berdemonstrasi menghadap Tuhan.’
‘Cocok sekali. Di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita perolah,’ sebuah suara menyela.
‘Setuju. Setuju. Setuju.’ Mereka bersorak beramai-ramai.
Lalu mereka berangkatlah bersama-sama menghadap Tuhan.

Dan Tuhan bertanya, ‘Kalian mau apa?’


Haji Saleh yang menjadi pemimpin dan juru bicara tampil ke depan. Dan dengan suara yang menggeletar dan berirama rendah, ia memulai pidatonya: ‘O, Tuhan kami yang Mahabesar. Kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang paling taat beribadat, yang paling taat menyembahmu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut nama-Mu, memuji-muji kebesaran-Mu,mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-lainnya. Kitab-Mu kami hafal di luar kepala kami. Tak sesat sedikitpun kami membacanya. Akan tetapi, Tuhanku yang Mahakuasa setelah kami Engkau panggil kemari, Engkau memasukkan kami ke neraka. Maka sebelum terjadi hal-hal yang tak diingini, maka di sini, atas nama orang-orang yang cinta pada-Mu, kami menuntut agar hukuman yang Kaujatuhkan kepada kami ke surga sebagaimana yang Engkau janjikan dalam Kitab-Mu.’
‘Kalian di dunia tinggal di mana?’ tanya Tuhan.
‘Kami ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.’
‘O, di negeri yang tanahnya subur itu?’
‘Ya, benarlah itu, Tuhanku.’
‘Tanahnya yang mahakaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang lainnya, bukan?’

‘Benar. Benar. Benar. Tuhan kami. Itulah negeri kami.’ Mereka mulai menjawab serentak. Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali. Dan yakinlah mereka sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada mereka itu.
‘Di negeri mana tanahnya begitu subur, sehingga tanaman tumbuh tanpa di tanam?’
‘Benar. Benar. Benar. Itulah negeri kami.’
‘Di negeri, di mana penduduknya sendiri melarat?’

‘Ya. Ya. Ya. Itulah dia negeri kami.’
‘Negeri yang lama diperbudak negeri lain?’
‘Ya, Tuhanku. Sungguh laknat penjajah itu, Tuhanku.’
‘Dan hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya, dan diangkut ke negerinya, bukan?’
‘Benar, Tuhanku. Hingga kami tak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka itu.’
‘Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedang hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?’
‘Benar, Tuhanku. Tapi bagi kami soal harta benda itu kami tak mau tahu. Yang penting bagi kami ialah menyembah dan memuji Engkau.’
‘Engkau rela tetap melarat, bukan?’
‘Benar. Kami rela sekali, Tuhanku.’
‘Karena keralaanmu itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?’
‘Sungguhpun anak cucu kami itu melarat, tapi mereka semua pintar mengaji. Kitab-Mu mereka hafal di luar kepala.’
‘Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak di masukkan ke hatinya, bukan?’
‘Ada, Tuhanku.’

‘Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kaubiarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh,tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin.


Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk di sembah saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka.


hai, Malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya!"
Semua menjadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia. Tapi Haji Saleh ingin juga kepastian apakah yang akan di kerjakannya di dunia itu salah atau benar. Tapi ia tak berani bertanya kepada Tuhan. Ia bertanya saja pada malaikat yang menggiring mereka itu.
‘Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami, menyembah Tuhan di dunia?’ tanya Haji Saleh.
‘Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat sembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak isterimu sendiri, sehingga mereka itu kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikit pun.’
Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek.
Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk.
"Siapa yang meninggal?" tanyaku kagut.

"Kakek."

"Kakek?"

"Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur."
"Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara," kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang.
Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa dengan istrinya saja. Lalu aku tanya dia.
"Ia sudah pergi," jawab istri Ajo Sidi.
"Tidak ia tahu Kakek meninggal?"
"Sudah. Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis."
"Dan sekarang," tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab, "dan sekarang kemana dia?"
"Kerja."
"Kerja?" tanyaku mengulangi hampa.
"Ya, dia pergi kerja."

Tuesday, July 29, 2008

Amanah Baru

Pengabdian pada Daerah memang tiada hentinya. Selama masih dipercaya dan usia belum dibatasi. Tak terasa sudah 9 tahun berada dalam lingkungan Pemda Kabupaten Tegal. Selama itu pula kucoba belajar bagaimana kabupatenku berkembang dan menuju ke arah yang kehendaki Top Leader (Bupati) maupun segenap Perangkat Praja.

Kemarin aku yang cuma sebuah mur-baut (a nut-bolt) diberi anugerah untuk berpindah dari DPU ke Bapeda. Pada Bidang Pengembangan Wilayah (Regional Development Division) dan tepatnya bertanggungjawab pada sub bidang Perencanaan Pengembangan Wilayah Regional Development Planning subdivision).

Monday, March 13, 2006

Renovasi Rumah

Mulai besok rumahku akan diperbaiki. Sebenarnya rumah ini belum 100% milikku. Aku diberi oleh ibuku, ibu istriku tepatnya, untuk menempatinya setelah aku lulus kuliah. Karena aku sudah lulus, ya aku segera harus tinggal di situ.

Sebenarnya boleh dikatakan rumahnya sudah agak rusak. Ini karena sejak pembelian pada sekitar tahun 80-an hingga sekarang cuma dikontrakkan. Coba hitung berapa umurnya.... 20 tahunan. Dan kondisinya masih asli. Luas bangunannya cukup besar, 14 x 14 m2, dengan tipe bangunan 70. Ada 2 buah kamar tidur dengan ukuran 3 x 3 m2, dan 1 kamar yang lebih kecil. Ruang tamu, satu kamar mandi, dapur dan ruang makan. Sepertinya cukup untuk tempat tinggal kami bertiga.

Yang menjadi sedikit masalah adalah kondisinya yang sudah banyak kerusakan. Tembok-temboknya sudah sebagian mengelupas. Kalau dilihat mungkin karena spesinya (adukan mortarnya) kebanyakan kapur...katanya...?! Apalagi kayu dari pintu-pintu dan jendela-jendela hampir habis dimakan rayap. Sehingga praktis semua kayu harus diganti.
Mulai besok rencananya rumahku akan mulai diperbaiki. Dua minggu kemarin aku sudah memesan pintu dan jendela untuk mengganti sebagian besar kayu-kayu yang rusak. Belum bisa seluruhnya. Uangku tidak cukup....hahaha....

Sebetulnya aku juga menunggu sisa allowance dari NEC, tapi sampai sekarang belum datang juga. Menurut Mbak Tien, bagian yang mengurusi keuangan di NEC, mungkin karena masa transisi perpindahan kantor ke lokasi baru. Mudah-mudahan tidak terlalu lama.

Karena keterbatasan dana, mungkin aku cuma bisa memperbaiki rumahku sesuai kemampuanku. Yang penting bisa ditempati bertiga dan cukup pantas ditempati dan nyaman. Sekiranya ternyata belum nyaman, ya...harus dirasakan nyaman...hahaha..gimana lagi...lha uang sudah habis....

Saturday, February 11, 2006

Kembali Kerja

Senin kemarin aku muali kembali aktif kerja di lingkunganku. MEmang agak canggung juga. Untungnya kerja dengan teman-teman lama. Tak terasa juga kami berpisah selama hampir 3 tahun.

Atasanku, langsung memintaku untuk segera aktif bekerja. Memang tidak bisa dipungkiri, satuan kerja tempat aku biasa kerja ini memang memiliki beban kerja yang lumayan banyak. Apalagi karena menyangkut pelaksanaan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan selain keciptakaryaan.

Teman-teman sangat mendukungku untuk segera ikut cancut tali wondo bersama-sama mengerjakan segala beban tugas yang diemban oleh satuan kerja ini.

Welcome back...

Ya Allah...beri aku bimbingan untuk menunaikan segala tugas ke-PU-an untuk membangun daerahku ini....

Tuesday, January 31, 2006

Alhamdulillah

Kemarin Rabu, 25 Januari 2006 merupakan hari yang bersejarah bagi diriku. Perjuangan dalam menunaikan masa pendidikan di UGM Yogyakarta dan IHS Rotterdam telah terselesaikan dengan telah kuterimanya 2 buah ijasah.

Sungguh tak terasa waktu telah berlalu dengan cepatnya. Kuingat pada tahun 2003 lalu, tepatnya 20 April aku mendapat tugas untuk mengikuti Kursus bahasa Inggris Intensive pada American Languange Center di Jakarta selama 5 bulan. Kemudian Dilanjutkan dengan perkuliahan di Kampus UGM dari bulan Oktober 2003 dan dilanjutkan ke Rotterdam dan baru lulus sekarang.

Alhamdulillah....
Setelah itu.....
Kembali ke arena pekerjaan kembali yang sudah menanti. Semoga dengan bekal yang kumiliki sekarang dapat kupergunakan dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kemajuan daerahku..Amin...

Monday, August 22, 2005

Back to Yogyakarta

Kemarin lusa aku tiba di Yogyakarta dini hari. Temenku memang baik-baik. Aku menginap di seorang temenku sementara aku belum punya tempat tinggal di sini. Aku panggil dia Mbak Frans. Kita senasib dalam pendidikan di UGM Yogyakarta dan di IHS Erasmus Rotterdam.
Langsung aku hari itu juga mencari kos-kosan. Syukur alhamdulillah aku bisa cepat mendapatkan tempat yang sesuai. Tempatnya memang tidak mewah. Apalagi memang uangku sangat terbatas. Setidaknya cukup untuk tinggal di sini barang 4-5 bulan kedepan.
Suasananya tenang, tidak terlalu bising. Aku lihat sepintas juga teman-teman kos di sini cukup serius. Tempatnya cukup bersih. Lantai kamarnya baru dua hari lalu dikeramik. Jadi lebih kelihatan bagus dan bersih.
Mudah-mudahan aku bisa kerasan di sini.